ASAP tungku pembakaran memedihkan mata siang itu, Sabtu (13/9), saat Rudi Ariyanto Kiu menempatkan potongan daging babi selebar kira-kira dua telapak tangan orang dewasa di atas bilah besi. Terlihat, jarak antara bilah besi dengan kayu kosambi (Schleisera oleosa) sebagai bahan pembakar sekitar 80 cm.
Tak berhenti sampai di situ, Rudi juga meletakkan daun kosambi di atas potongan daging tadi. "Kalau pakai daun ini daging warnanya tetap merah segar," kata Rudi yang menjadi juru bakar di Rumah Makan Bambu Kuning di kawasan Oepupu, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain di Bambu Kuning, kata Fabianus Sulaeman dari distribusi Sido Muncul Kupang, tempat makan se'i lainnya adalah di kawasan Baun, tak jauh dari Kota Kupang. "Banyak yang makan ke Baun daripada ke sini," kata Fabianus.
Se'i adalah daging yang diasap. Dihidangkan turun-temurun oleh kebanyakan warga NTT, makanan khas ini sebenarnya berbahan dasar daging rusa (Cervus timorensis). Cuma, karena rusa lumayan langka sekarang, sapi maupun babi bisa diambil dagingnya untuk dijadikan se'i.
Butuh waktu sekitar satu jam untuk membuat se'i matang. Tersaji panas- panas di piring, daging tersebut biasanya disantap bersama nasi hangat berikut sayuran dari tumisan bunga dan daun pepaya muda. Tak ketinggalan, sambal bawang, boleh yang diulek atau dipotong kecil, bakal mampu menambah selera makan.
Ada juga, sayur dari jantung pisang sebagai teman makan se'i. Warga NTT mengenal kedua jenis sayuran ini dengan nama bumbu rampe atau rumpu rampe.
Baik tumisan bunga dan daun pepaya muda maupun jantung pisang dibuat dengan cara mencincang tipis-tipis. Kemudian, daun-daun itu ditumis menggunakan sedikit minyak goreng berikut bumbu-bumbu seperti garam dan bawang merah yang dipotong tipis.
Selain nasi, pilihan yang lazim menjadi teman makan daging se'i adalah klesong yakni sejenis ketupat dan jagung bo'se alias sup jagung kental kuning keputihan, campuran antara jagung tumbuk, kacang tali (kacang merah khas Timor), serta santan kelapa.






Keindahan dan keunikan alam bawah laut Selat Pantar sangat menakjubkan. Bahkan jika dibandingkan dengan Taman Laut Komodo di NTT, Berau di Kalimantan Timur, Bunaken di Sulawesi Utara dan Raja Ampat di Papua, Selat Pantar masih tetap yang terbaik Meski selama ini untuk diving, taman laut Komodo, Bunaken, Berau, dan Raja Ampat lebih populer, tapi di mata para diver kelas dunia taman laut Selat Pantar yang terletak di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, lebih unggul karena keindahannya yang menakjubkan.
Konon terindah setelah taman laut Kepulauan Karibia. Banyak wisatawan asing yang pernah ke Alor terkagum-kagum. Sebab, selain dimanjakan keindahan taman lautnya, mereka juga menemukan fenomena taman laut tersebut langka dan sangat menarik. Makanya, wajar jika wisata bahari Alor dengan panorama bawah laut yang spefisik di Selat Pantar menjadi primadona dan pemikat bagi para diver kelas dunia dari Amerika, Australia, Austria, Inggris, Belgia, Belanda, Jerman, Kanada, Selandia Baru, dan beberapa negara di Asia. Tercatat, ada 26 titik diving yang memesona wisatawan di sana.
Keindahan bawah laut yang terdapat di Alor Besar, Alor Kecil, Dulolong, Pulau Buaya, Pulau Kepa, Pulau Ternate, Pulau Pantar, dan Pulau Pura, juga mengundang decak kagum para diver profesional dari Jakarta dan Bali untuk datang ke sana. “Potensi wisata bahari ini telah menyulap daerah yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste menjadi salah satu sentra wisata bahari di Indonesia,” ungkap Karl Muller wisatawan asal Australia yang sering melakukan penelitian kebaharian di Pulau Alor. Bahkan, para diver kelas dunia mengakui, bahwa kawasan taman laut Alor merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
Perjalanan sekitar tiga jam dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ditempuh dengan sebuah mobil sewaan melintasi jalan berkelok-kelok, jurang dan tebing, serta kondisi jalan yang tidak mulus. Terasa melelahkan dan penuh tantangan, apalagi perjalanan dilakukan pada dini hari. Namun semuanya sirna setelah memasuki Kampung Moni, kampung terdekat menuju Danau Kelimutu.
Kampung Moni terletak di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende yang berjarak 13 kilometer dari Danau Kelimutu. Dari Moni hanya dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk mencapai bibir Danau Kelimutu. Tepat pukul 08.15 Wita, setelah melintasi jalan setapak sekitar satu kilometer, kami tiba di bibir Danau Kelimutu.
Pada pertengahan 2006 lalu terjadi beberapa kali perubahan terutama untuk dua danau yang letaknya bersebelahan yakni Danau Arwah Muda-mudi (tiwu nua muri ko'o fai) dan Danau Arwah Tukang Tenung (tiwu ata polo). Danau Arwah Muda-mudi yang sebelumnya berwarna hijau, pada Juni tahun lalu sempat berubah menjadi biru. Sementara Danau Tukang Tenung atau Orang Jahat yang sebelumnya berwarna cokelat tua berubah warna agak kemerah-merahan.
Sebuah cottage dari kayu adalah salah satu dari alternatif penginapan di Kampung Moni sebelum atau sesudah mengunjungi Danau Kelimutu. Tarif yang relatif murah dan pemandangan alam yang menarik merupakan kenikmatan bagi wisatawan dengan dana terbatas. Kelimutu diyakini juga sebagai tempat bersemayamnya arwah-arwah manusia. Danau yang terlihat pada gambar merupakan danau arwah orang tua (tiwu ata mbupu) letaknya terpisah dari dua danau lain yang saling berimpitan.
